Istana Damai di Papua untuk Semua Agama
KARTUREMI, Merauke - Pernahkah Anda mendengar ada daerah di Indonesia yang dijuluki sebagai Istana Damai? Julukan itu merujuk pada kabupaten di ujung timur Indonesia, di Papua, yakni Merauke.
Kawasan terdepan negara yang berbatasan dengan Papua Nugini ini punya masyarakat yang heterogen. Beragam etnis, suku, dan agama di Indonesia hidup di Bumi Animha ini, Bumi Manusia Sejati. Pendatang dari luar Papua berbaur dengan tuan rumah, masyarakat Malind Anim.
Pada 9 Mei sampai 14 Mei 2017, suasana keseharian di Merauke. Memang secara etnis, penduduk di sini beragam. Para pendatang dari luar Papua banyak bermukim di Ibu Kota Kabupaten, mereka adalah masyarakat Jawa, Makassar, Bugis, Batak, hingga Ambon. Beragam profesi mereka lakoni, mulai dari pedagang pasar, nelayan, hingga pejabat pemerintahan, mulai dari pegawai perkebunan, pengusaha transportasi, hingga pebisnis kerajinan.
Keragaman etnis dan suku juga diikuti oleh keragaman agama. Soal kerukunan antarumat beragama, Merauke boleh dibilang berhasil. Tak terdengar cerita kelewat gaduh soal konflik antaragama di sini.
"Saat ini kondisi kerukunan antarumat beragama di Merauke masih sangat kondusif. Masyarakat Merauke memegang teguh prinsip untuk mewujudkan Merauke sebagai istana damai," kata Direktur Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Merauke, Pastor Anselmus Amo, Minggu (22/5/2017).
Semboyan 'izakod bekai, izakod kai' yang bermakna 'satu hatti, satu tujuan' juga bisa mempersatukan masyarakat Merauke. Semboyan itu tak berhenti pada kata-kata, namun juga mewujud pada komitmen yang dijaga bersama.
"Komitmen inilah yang menjadikan masyarakat Merauke tetap hidup tenang, damai, dan saling menghargai sampai saat ini. Bila ada orang yang terindikasi mengganggu ketertiban dan keharmonisan hidup bersama, pasti segera ditangani," tutur Anselmus.
Sebenarnya, kata dia, kegiatan bersama antarumat beragama juga tak terlalu sering digelar. Namun kegiatan non-keagamaan justru yang bisa mempererat persatuan antarkelompok. Dengan cara itulah, kerukunan antaragama di Merauke menjadi terbentuk dengan sendirinya, alamiah.
Tempat ibadah di Merauke mudah dijumpai. Yang terkemuka, ada Gereja Katedral St Fransiskus Xaverius di Jl Raya Mandala, Kota Merauke. Ada pula Masjid Al Aqsha di kawasan ikonik dekat Tugu Lingkar Brawijaya (Libra) Merauke.
Di Masjid Al Aqsha, Wakil Ketua 1 Pengurus Kesejahteraan Masjid (PKM), Abu Bakar Akhyar, pada Rabu (10/5/2017). Dia bercerita tentang kedamaian umat beragama di Merauke.
"Alhamdulillah, sejak saya di sini dari tahun 1994, saya melihat suasana kerukunan umat beragama di Merauke. Sangat aman dan tercpita suasana damai," kata Akhyar.
Bupati Merauke Frederikus Gebze berbincang Jumat (12/5/2017) lalu. Dia menyatakan masyarakat di wilayahnya memang sudah terbiasa dengan keberagaman.
"Merauke ini sudah heterogen, sudah majemuk. Kebhinnekaannya sudah cukup tinggi di Merauke. Jadi seluruh masyarakat Indonesia menjadikan Indonesia mini di wilayah Kabupaten Merauke," kata Frederikus.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2015 Kabupaten Merauke punya jumlah penduduk 216.585 jiwa. Sebesar 41,18 persen penduduk Merauke adalah pemeluk agama Islam. 39,65 persen adalah umat Katholik. Ada 135 mesjid, 191 gereja Katholik, dan 165 gereja Protestan.
BPS mengutip Kementerian Agama Kabupaten Merauke, pemeluk Hindu ada 646 orang di seluruh Kabupaten, delapan pura ada di Distrik Malind, Merauke, Semangga, Tanah Miring, Jagebon, dan Elikobel. Pemeluk Budha ada 332 orang, ada dua vihara masing-masing di Merauke dan Ulilin.
Sumber : https://news.detik.com
0 komentar: