BBM: 2B42DF7E
Whatsapp: +855-855-92-428
WeChat: KARTU_REMI

May 1, 2018

Mayday 2018: Demo Buruh Rasa Pilpres



REMINEWS - Tagar #2019GantiPresiden yang sebelumnya populer di dunia maya ikut ‘menyemarakan’ aksi unjuk rasa buruh ‘May Day 2018’ yang digelar di berbagai titik di Jakarta, Selasa, 1 Mei 2018. Dalam aksi unjuk rasa di depan Istana Negara misalnya, terlihat sejumlah spanduk dan poster yang diusung massa buruh bertuliskan tagar itu. Di antara ribuan peserta aksi, sebagian juga tampak mengenakan kaus hitam bertagar #2019GantiPresiden. 

Saat berbincang dengan Rappler di sela-sela aksi, Karyo, 27 tahun, mengaku, mengenakan kaus tersebut atas inisiatif sendiri. Ia berkilah, tidak ada yang memintanya untuk datang ke May Day 2018 berkaus  #2019GantiPresiden. 

“Belinya (kaus) di Bogor. Sama temen-temen aja ini bertiga. Tahu sih ada deklarasi KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), tapi kita enggak ada yang koordinir. Kita emang dukung Prabowo jadi Presiden sekalian demo dipake  deh nih baju,” ujar Karyo sambil menunjuk beberapa rekannya yang berkaus sama. 

Di depan Istana Negara, ribuan buruh dari berbagai kelompok bergantian menyuarakan tuntutannya. Setidaknya, ada sejumlah tuntutan yang berulangkali dikumandangkan lewat pengeras suara, semisal upah layak bagi buruh, pencabutan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Perpres TKA) dan menolak sistem kontrak dan outsourcing. Soal ganti presiden jarang disinggung. 

Namun, kondisi berbeda terlihat dalam aksi unjuk rasa buruh di Istora Senayan. Ribuan buruh KSPI tak malu-malu menyuarakan keinginan mengganti presiden di Pilpres 2019. Tagar #2019GantiPresiden pun menjadi pemandangan yang lazim.



Deklarasi dukung Prabowo

Hari itu, berbarengan dengan May Day 2018, KSPI memang menggelar deklarasi mendukung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden di Pilpres 2019. “Sesuai rakernas KSPI, kita mendukung Prabowo di 2019," kata Said Iqbal disambut sorak sorai sekitar 8.000 buruh yang hadir di Istora.

Namun, dukungan KSPI itu tidak gratis. KSPI meminta Prabowo menandatangani kontrak politik bertajuk Sepuluh Tuntutan Buruh dan Rakyat (Sepultura) sebagai syarat dukungan. Sepultura antara lain berisi tuntutan upah layak bagi buruh, larangan buruh kasar dari luar negeri bekerja di Indonesia, pengangkatan tenaga dan guru honorer, perumahan murah, dan transportasi murah.

Kontrak politik itu langsung ditanda-tangani Prabowo yang hadir langsung dalam deklarasi tersebut. Prabowo mengaku, sudah mempelajari isi Sepultura dan siap menjalankannya jika terpilih sebagai presiden pada Pilpres 2019. 

“Kami mendapat kesepakatan. Dan hari ini saya mendapat suatu kehormatan untuk menandatangani ini di hadapan kalian semua. Bahwa apabila saya dipilih menjadi presiden RI, saya akan menjalankan kebijakan-kebijakan yang membela kesejahteraan dan kepentingan rakyat Indonesia khususnya buruh," ujar Prabowo dalam orasinya di depan massa KSPI.

Pada kesempatan itu, Prabowo juga berbicara panjang lebar soal isu banjir tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia. Menurut dia, pemerintah cenderung membiarkan TKA masuk ke Indonesia lewat kebijakan-kebijakan yang pro kepentingan asing. 

"Tidak ada negara di dunia yang membuka pintu seperti kita. Amerika Serikat saja mau bikin tembok untuk menghalau, di Australia orang mau masuk dibuang ke pulau terpencil. Kalau kita buka pintu untuk tenaga kerja asing, kita kerja apa?" cetusnya. 



Tak lagi murni

Pengamat politik Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Yusuf Warlan, perayaan May Day tak lagi murni sebagai gerakan buruh jika sudah disusupi kepentingan politik. Apalagi, jika aksi unjuk rasa buruh dibarengi dengan deklarasi terhadap calon presiden tertentu. 

"Sebab, kalau dipolitisasi dukung sini dukung sana tidak murni lagi sebagai gerakan buruh. Itu gerakan politik yang diperankan oleh seorang buruh. Biarkan buruh menyampaikan apa yang menjadi kebutuhannya, baik regulasi, kebijakan, maupun kebutuhan segi ekonomi terkait kesejahteraan mereka,” ungkapnya seperti dikutip Okezone.com.

Kepada Rappler, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, meskipun bernuansa pertarungan menuju Pilpres 2019, tidak ada aturan yang dilanggar dalam deklarasi dukungan KSPI terhadap Prabowo. Pasalnya, tahapan kampanye Pilpres 2019 belum dimulai dan belum ada calon resmi yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

“Dia sudah jadi bagian dari kampanye politik tapi belum bisa disebut sebagai kampanye pemilu. Memang UU Pemilu kita menyisakan celah terkait kampanye politik sebelum penetapan paslon (pasangan calon) dilakukan. Apalagi KPU dan Bawaslu belum mengatur ini secara tegas dalam aturan main teknis pemilu,” jelas Titi. 

Namun demikian, Titi menegaskan, kampanye politik sebelum ‘peluit’ Pilpres 2019 resmi dibunyikan KPU juga berisiko. Pasalnya, aktivitas politik yang menumpangi agenda yang tidak berhubungan dengan proses kontestasi pemilu potensial menimbulkan benturan massa di akar rumput. 

“Mestinya para pihak menahan diri dan betul-betul menempatkan aktivitasnya di ruang publik sesuai agenda dan tujuan awal. Sebab, jadinya ketika dicampur-aduk akhirnya malah makin meruncingkan dan membenturkan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat,” tuturnya. 

















0 komentar: