Tegar Saat Ibunya Meninggal dan Sempat Viral Karena Ikut Jokowi, Begini Kisah Israel yang Menginspirasi
KARTUREMI - Gempa disusul tsunami yang melanda Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9/2018) lalu hingga kini masih terus menyelimuti duka mendalam.
Pemerintah, bekerja sama dengan petugas, relawan juga kementerian yang bersangkutan terus berupaya memperbaiki semua yang harus diperbaiki, terutama di Palu, Donggala, Sigi dan sekitarnya.
Pasalnya, gempa dan tsunami yang juga terjadinya proses likuifaksi merusak banyak rumah, pusat ekonomi, pemerintahan bahkan menghilangkan beberapa perkampungan pasti membuat masyarakat cukup trauma.
Belum lagi kehilangan anggota keluarga, baik meninggal maupun belum ditemukan masih menjadi duka mendalam bagi masyarakat sekitar.
Meski dirundung duka, banyak kisah inspiratif yang hadir dan berkembang di sana.
Berbagai kisah perjuangan masyarakat memiliki sentimentil tersendiri bagi masyarakat luas Indonesia yang saat ini hanya bisa baru menyaksikan berita per berita melalui media berita online maupun televisi.
Salah satu kisah inspiratif yang viral belakangan ini adalah kisah yang datang dari bocah tegar dan tangguh bersama Israel.
Siapa yang tak tahu dia? Bocah laki-laki yang diajak berbincang dan diberi makanan kecil oleh Presiden Joko Widodo saat ia mengunjungi Palu (3/10/2018) silam.
Tanpa canggung, ia tampak sangat dekat dan akrab dengan orang nomor satu di Indonesia, yang mungkin selama ini hanya ia lihat melalui layar kaca atau dinding sekolahannya yang kini hancur.
Ada yang menarik dari kisah Israel. Saat ia menghampiri mobil Jokowi, ia sempat menyentil pertanyaan yang membuat warganet maupun masyarakat luas menahan napas sekejap, bahkan menitikkan air mata tanpa sadar.
"Pak, ikut boleh tidak?" tanya bocah tersebut dengan polos pada Jokowi.
Mendengar ucapan tersebut, Jokowi terlihat tenang menjawab dengan bijak.
"Ngga, nunggu, nunggu di rumah aja. Besok sekolah, belajar, ya?" jawab Jokowi.
Mendengar bahwa Jokowi memintanya belajar, anak tersebut justru mengatakan hal yang tak terduga.
"Ndak bisa, kita sekolah rusak," jawab bocah laki-laki tersebut.
"Iya, nanti sekolahnya diperbaiki dulu, ya?" ujar Jokowi menenangkan Israel yang saat itu mengenakan kaos garis-garis biru dan putih.
Setelah viral video yang ditayangkan Kompas TV, salah satu wartawan juga berhasil mewawancarai Israel yang ternyata tangguh dan juga tegar.
"Tadi gimana ngobrol sama Presiden Jokowi?" tanya seorang laki-laki seperti yang diunggah di akun Instagram Wahyu Wiwoho.
"Tadi mamaku sudah mati. Jadi saya tidak boleh nangis. Saya harus berani, mamaku sudah di atas sekali," ujar bocah tersebut tanpa semburat kesedihan sedikit pun di wajahnya, meski saat ini banyak orang yakin, ia belum benar-benar merasakan kehilangan di usianya yang masih sangat muda.
"Naik pesawat nggak bisa lagi liat mama. Mama sudah di atas gunung sekali," tambah bocah yang dagu bagian kanannya terdapat luka, yang diperkirakan akibat terkena reruntuhan bangunan.
"Presiden baik sekali," ujarnya menggunakan bahasa Sulawesi.
Sembari mengusap kepala Israel, wartawan terus mengarahkan kameranya ke arah wajah Israel yang tampan.
"Mana mama?" tanya seorang perempuan.
"Mama sudah di surga, tapi saya tidak boleh nangis. Saya harus berani, saya harus belajar, membaca. Mamaku senang sekali, mama suka sekali. Kalau saya nangis, mamaku nangis juga," tutupnya sembari menundukkan kepalanya lalu meneguk air minum.
Kisah inspiratif Israel menjadi kesan tersendiri. Bahkan banyak di media masa memuji ketegaran juga keberanian bocah laki-laki ini.
Kisah Lengkap Israel, Bocah Pemberani
Namanya Israel Imanuel Limbara, bocah kelas 2 SD yang kehilangan ibunya akibat gempa hebat 7,4 SR.
Israel hanyalah satu dari ribuan anak-anak yang kehilangan anggota keluarganya.
Saat maut mengguncang, Israel tengah bermain mobil-mobilan di anjungan Pantai Talise, Kota Palu.
Tak sendiri, Israel berada di lokasi yang sama, bersama saudara kembarnya, Kim Imanuella Limbara.
Saat Israel tengah bermain mobil, Kim tengah bermain pancingan ikan di lokasi yang sama.
Israel dan Kim ditemani oleh ayahnya di anjungan pantai.
Ayah Israel kini tengah menjalani pengobatan intensif, ia menyelamatkan anak kembarnya sata gempa dan tsunami menerpa kota itu.
Claudya Nichol Singal, siswa kelas 9 yang merupakan kerabat Israel mengatakan bahwa ayah Israel, Erik Hananiel Limbara berusaha menyelamatkan anak-anaknya dengan memegang erat kedua tangan anaknya, saat melihat gulungan ombak hitam yang disertai gemuruh, yang ia rasa membahayakan.
Mereka bertiga tergulung bersama orang-orang juga benda yang berada di sekitarnya.
Mereka bertiga berhasil selamat dan ditemukan terdampar di rumah warga yang tak jauh dari pantai.
Seperti yang kita tahu, Israel mengalami luka di wajahnya, juga di sekujur tubuhnya akibat terkena benda-benda yang terbawa arus saat itu.
Sedangkan saudara kembarnya, Kim, mengalami luka yang lebih parah. Ia tertusuk benda di kaki bagian bawahnya sehingga kakinya berlubang.
Saat gempa dan tsunami terjadi, Israel, Kim dan ayahnya berada di tempat yang terpisah dengan ibunya.
Feiby Sandra Waigu, ibu Israel dan Kim dinyatakan meninggal dunia saat terpisah dengan keluarganya.
Feiby meninggal dunia akibat seretan tsunami sore itu, saat ia tengah berada di Total X, hotel yang dikelolanya.
Saat terasa gempa hebat, Feiby berniatan mencari anak-anak dan suaminya yang ia tahu sedang berada di Pantai Talise.
Salah seorang karyawan sudah berusaha memberi tahu Feiby agar menjauh dari pantai, namun ia tak menghiraukan demi bertemu suami dan anak-anaknya.
Sayang, sebelum bertemu anak-anak dan suaminya, maut justru lebih dulu menemui Feiby.
Ia tergulung pekatnya air laut ke daratan. Feiby meninggal dunia bersama orang-orang yang berada di sana.
Jenazah Feiby ditemukan oleh Erik, suaminya, di bawah sebuah kendaraan dalam kondisi mengenaskan, bersama puing-puing reruntuhan.
Feiby meninggalkan dua anak kembar yang lucu, tampan dan cantik serta menggemaskan.
Debby Sumenda, salah seorang yang juga dekat dengan keluarga Erik mengatakan bahwa Israel dan Kim merupakan kembar yang cerdas dan aktif, "mereka juga periang".
Dalam kesehariannya, Israel dan Kim kerap menggunakan dua bahasa, Indonesia dan Inggris.
Keduanya rajin ke sekolah minggu. Keduanya memiliki kakek seorang Pendeta bernama Dr Hans Limbara, seorang pemimpin Gereja Pantekosta di Indonesia Jemaat Pedati Palu.
Setelah berhasil dari maut, Israel dan keluarganya mengungsi di Perumahan Permata, rumah nenek Merry Glow.
Di tempat itu, Israel dan Kim ditemani oleh Claudya.
Claudya juga merawat serta mengipasi kedua kerabatnya agar luka yang mereka derita tak dihinggapi lalat.
Israel beruntung, setelah bertemu Presiden Jokowi, dia dan keluarganya langsung dibawa ke Makassar bersama neneknya, Lanny Sarongku.
Dari Makassar, mereka terbang ke Bali untuk menjalani perawatan. Salah satu dari pamannya di sana adalah dokter.
Israel tidak boleh menangis, pesan itu akan selalu diingatnya.
Jika menangis, sang ibu juga akan bersedih.
Israel hanyalah satu potret pilu anak-anak yang kehilangan orangtuanya akibat bencana yang melanda Palu, Donggala, Sigi, dan wilayah lainnya di Sulawesi Tengah.
Sumber : https://today.line.me/id/pc
0 komentar: